
Guru dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai satu-satunya orang yang berinteraksi secara langsung dengan peserta didik dalam proses pembelajaran di ruang kelas, guru dapat disebut sebagai ujung tombak pendidikan. Atau dengan kata lain guru merupakan garda terdepan pendidikan. Jika kualitas guru rendah, dapat dipastikan kualitas pendidikan kita tidak akan baik. Ditengah carut marut dan bobroknya kualitas pendidikan di negeri ini, rasa-rasanya guru adalah salah satu hal yang perlu kita evaluasi.
Secara kuantitas, guru di Indonesia cukup memadai. Namun, hal ini tidak berjalan lurus dalam hal kualitas. Ya, kualitas guru di Indonesia memang masih rendah atau mungkin kualitas guru kita sudah bobrok. Karena banyaknya, kita sampai lupa berapa guru yang terlibat korupsi, mencabuli siswanya sendiri, melakukan kekerasan, hingga guru yang hanya sekedar mengajar melakukan kewajiban. Banyak guru yang datang dan ikut pelatihan hanya untuk formalitas, merasa sudah benar dan pintar, yang mereka harapkan hanya sertifikat belaka. Tidak heran jika mereka malas membaca dan berkembang. Mungkin inilah segolongan orang yang mengejar nominal tunjangan. Keahlian mereka kesampingkan, karena keahlian tidak ada yang menilai. Tujuan mereka bukan lagi mendidik, tapi mencari uang. Padahal sejatinya, tujuan utama seorang guru adalah mendidik. Memang, tidak semua guru kita berkualitas rendah, tapi menemukan guru yang berkualitas tinggi rasanya sudah cukup sulit. Citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dan pahlawan cendekia kian hari kian hilang.
Kehormatan seorang guru bukan terletak pada berapa banyak siswa yang takut padanya. Keberhasilannya dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah hal yang justru lebih layak di beri penghormatan. Selain tidak mau berkembang dan hanya mengejar tunjangan, ternyata juga banyak guru yang memang tidak mempunyai keahlian mendidik, hal inilah yang menjadi faktor rendahnya kualitas guru kita. Mendidik tidaklah sama dengan mengajar. Mendidik itu dengan hati, menjadikan anak berkembang tanpa membunuh kreativitasnya. Menjadikan belajar adalah hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Sedangkan mengajar hanyalah menyampaiakan ilmu semata, mengajar tentu bisa dilakukan oleh siapa saja. Guru yang hebat bukanlah guru yang selalu menghantui peserta didik dengan tugas yang seabrek. Bukan pula guru yang selalu menghukum peserta didiknya dengan hal-hal yang terkadang tidak masuk di akal. Seperti kata Soe Hok Gie, guru bukanlah dewa, dan murid bukanlah kerbau. Tidak selamanya guru itu benar dan murid selalu salah. Dalam sebuah kelas di era sekarang, guru bukanlah seorang penguasa. Anak- anak itu seperti adonan semen basah, apapun yang kita berikan kepada mereka pasti akan membekas. Mendidiklah dengan hati dan sering-seringlah mengevaluasi diri, karana guru bukan dewa.